Hak asasi manusia adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi oleh setiap orang. Dalam Deklarasi Wina (1993) bahkan disebutkan adalah kewajiban negara untuk menegakkan HAM dan menganjurkan pemerintah untuk menegakkan standar-standar yang terdapat dalam instrumen-instrumen HAM internasional ke dalam hukum nasional. Proses mengadopsi dan menetapkan pemberlakuan instrumen HAM inilah yang disebut sebagai ratifikasi.
Di Indonesia sendiri, pemenuhan hak asasi juga merupakan amanat konstitusi yang harus ditunaikan oleh negara. Amanat luhur tersebut tertuang dengan jelas pada UUD 1945. Disamping itu, hak asasi juga lebih spesifik dinyatakan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kenyataan di Indonesia, pemenuhan atas hak asasi ternyata masih jauh panggang dari api. Ini terbukti dengan masih banyaknya warga negara yang belum mendapatkan penghidupan yang layak, pengangguran yang kian meningkat, jaminan kesehatan yang masih buruk, kebebasan berekspresi yang masih terbatas, dan masih banyak yang belum mendapatkan pendidikan yang layak, atau bahkan tidak sama sekali dapat merasakan bangku pendidikan. Bahkan, angka pelanggaran HAM justru meningkat.
Hal tersebut dapat kita lihat dari belum dituntaskannya kasus Trisakti, Semanggi I dan II, kerusuhan Mei, penculikan Aktivis, kasus Tanjung Priok, kasus Talang Sari, kasus pembunuhan Munir, dan banyak lagi kasus pelanggaran HAM yang tak terselesaikan.
Ini membuktikan bahwa pemerintah sebagai pelaksana Undang-Undang belum mampu menegakkan HAM di Indonesia. Pemerintah seperti enggan menjalankan kewajibannya dalam upaya pemenuhan atas hak asasi di bumi nusantara ini.
Begitu juga dengan DPR, sebagai lembaga perwakilan rakyat justru menambah sakit hati masyarakat dengan tindak- tanduknya yang lebih mementingkan kepentingan kelompoknya.
Padahal, para wakil rakyat yang katanya terhormat itu seharusnya menyadari keterpurukan yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia yang salah satunya karena tidak adanya upaya penegakkan HAM di negeri ini.
Bukankah tugas para anggota parlemen itu adalah memperjuangkan kepentingan rakyat? Lantas kenapa DPR yang katanya merupakan pembawa aspirasi rakyat mengotori tugas mulianya sebagai wakil rakyat dengan perilakunya yang tidak menghiraukan rasa keadilan rakyat.
Di samping itu dan yang paling penting adalah peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa. Kaum muda terlihat sangat minim dalam memainkan perannya sebagai pewaris negeri dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, khususnya pengembangan HAM di Indonesia.
Hingga kini, kaum pemuda masih terjebak dalam kungkungan hedonisme, matrealisme, dan konsumtifisme. Mereka seperti tertutup kesadarannya sehingga membuat mereka kurang sensitif terhadap permasalahan bangsa.
Seharusnya, dengan kondisi yang demikian peran pemuda sangat dibutuhkan. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa harus mampu menjadi garda terdepan upaya menegakkan HAM di Indonesia. Pemuda sebagai pewaris negeri harus dapat menjadi motor penggerak penegakkan HAM agar seluruh warga negara mendapatkan haknya. Dalam hal ini, keberpihakan pemuda pada rakyat harus dipertegas karena ini menyangkut masa depan bangsa.
Sudah saatnya pemuda melek mata melihat keadaan masyarakat yang sesungguhnya. Karena apapun alasannya, tidak dibenarkan bagi pemuda untuk membiarkan segala bentuk pelanggaran HAM yang mengorbankan rakyat. Jangan sampai ada lagi keberpihakan pemerintah terhadap kalangan pengusaha/ konglomerat dan pihak asing tanpa ada political will yang mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia tersisihkan hak-haknya.
Dan yang terpenting, jangan lagi pemuda harus terus menerus digugah dan diingatkan untuk tidak terlalu sibuk mengurusi kepentingan pribadi dan kelompok, tetapi harus lebih peka atas fenomena yang terjadi di masyarakat terutama mengenai penegakkan HAM. Karena jika kondisi seperti itu tetap dipertahankan bukan tidak mustahil bangsa ini akan terus terjerumus dalam jurang kehancuran.
Kamis, 09 Agustus 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar