56 Hakim Illegal Logging Dilaporkan Ke KY
Hendardi: Putusan Hakim
Bela Yang Bayar Sudah Biasa
Upaya pembersihan mafia peradilan harus benar-benar dibuktikan dan bukan hanya sebatas wacana saja.
DI MATA Hendardi, direktur Setara Institute, putusan hakim Indonesia yang bukan berdasarkan pada obyektifitas dan fakta sudah bukan rahasia lagi. Putusan hakim, kata dia, kerap kali lebih didasarkan pada siapa yang paling kuat membayar.
“KY harus segera melakukan penyelidikan. Dan jika terbukti, mereka (56 hakim bermasalah, red) harus direkomendasikan ke MA untuk dikenai sanksi,” kata Hendardi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia mendukung upaya ICW yang melaporkan hakim-hakim yang diduga bermasalah tersebut ke Komisi Yudisial. Menurutnya, hal itu merupakan tindakan yang patut diberikan apresiasi dalam rangka membersihkan mafia peradilan di Indonesia.
“Semoga saja data-data yang dimiliki ICW terkait dengan hakim bermasalah itu benar-benar akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,” katanya
Terkait dengan kasus-kasus illegal logging yang ditangani ke-56 hakim bermasalah itu, bekas ketua PBHI ini mengatakan, jika memang para hakim itu benar-benar terbukti melakukan pelanggaran, maka kasus-kasus yang mereka tangani harus dibuka kembali.
“Keputusan para hakim yang membebaskan para cukong kayu sangat mengiris keadilan masyarakat. Bagaimanapun caranya, kasus-kasus itu harus ditinjau kembali. MA tidak boleh melindungi hakim-hakim yang bermasalah,” pungkasnya.
Buka Lagi Kasusnya
Sebelumnya, Ketua Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho telah menyampaikan laporan tentang hakim yang menangani kasus illegal logging dan memutus bebas kepada Komisi Yudisial (KY).
Dalam laporan ICW, disebutkan terdapat 56 hakim yang diduga bermasalah dalam putusan hukumnya. Dari 33 kasus illegal logging yang ditangani, hakim-hakim itu memutus bebas. Hakim-hakim itu diduga telah membebaskan para cukong kayu selama tahun 2005 hingga 2008.
Padahal, kata Emerson, putusan para hakim yang membebaskan para cukong kayu tersebut sangat bertentangan dengan kinerja pemerintah memberantas illegal logging. ”Kami berharap KY menindaklanjuti laporan ini. Kami meminta KY untuk memonitoring para hakim yang ada di daerah-daerah sebagai shock therapy, terutama pada kasus-kasus illegal logging,” ujar Emerson, Rabu (26/11) lalu.
Emerson mengatakan, putusan para hakim yang dilaporkan itu sangat kontraproduktif dengan program pemerintah memberantas illegal logging. “Sebab itu kami laporkan dan kami minta putusan itu dilakukan pemeriksaan,” ujarnya.
Dia menambahkan, perlu ada suatu monitoring terhadap kinerja hakim, selain pengawasan dari internal MA. ICW, katanya, berharap ada suatu terobosan yang dilakukan MA dalam memberikan punishment kepada para hakim itu. Dengan adanya hasil pemeriksaan KY, maka bisa direkomendasikan ke MA.
“Dengan begitu MA bisa mempunyai pertimbangan terhadap para hakim tersebut. Yakni pertimbangan untuk memberikan sanksi dan pertimbangan untuk memutasi hakim tersebut,” tandas anak buah Tetan Masduki ini.
Topo Santoso, pengamat hukum dari Universitas Indonesia (UI) mengatakan, partisipasi publik dalam rangka penegakan hukum, seperti yang dilakukan ICW harus diapresiasi. KY, kata dia, harus menindaklanjuti laporan tersebut. “Pastinya KY sangat terbantu dengan data-data yang dilaporkan ICW,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Kendati demikian, lanjut Topo, kasus hakim bermasalah ini sebaiknya dilaporkan juga ke Mahkamah Agung (MA) agar dapat disikapi secara lebih konkret. Sebab, kata dia, MA melalui Badan Pengawasnya-nya memiliki wewenang untuk menangani masalah yang berhubungan dengan perilaku hakim.
“Ini terkait dengan UU KY yang masih dalam proses revisi. Sehingga yang sangat memungkinkan untuk melakukan penyelidikan hingga penjatuhan sanksi adalah MA,” ujarnya.
Kata Topo, jika dalam kasus yang ditangani ke-56 hakim itu terbukti telah terjadi pelanggaran, maka MA harus meninjau kembali kasus illegal logging tersebut. “Kalau misalnya ditemukan hakim menerima sesuatu dalam proses pengadilan, itu kan artinya ada alat bukti baru yang bisa dijadikan dasar untuk membuka kembali kasus yang mereka (56 hakim bermasalah, red) tangani,” tandasnya.
Harus Dipidanakan
Di tempat terpisah, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyarankan, jika memang ICW sudah kurang mempercayai MA, sebaiknya lembaga yang digawangi Teten Masduki itu tidak hanya melaporkan temuannya ke KY, melainkan juga melaporkannya hasil temuannya ke kepolisian.
“Kalau memang mereka (hakim bermasalah, red) melanggar hukum, langsung pidanakan saja ke polisi,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin. Sebelumnya, Emerson mengatakan sudah tidak percaya lagi MA.
Walau begitu, Boyamin menilai, langkah ICW sudah tepat. Sekarang, kata dia, yang dibutuhkan adalah keseriusan KY dalam menindaklanjuti laporan tersebut. Dia juga meminta DPR untuk segera mensahkan Undang-undang Komisi Yudisial agar tidak menghambat tugas-tugas komisi itu.
“Kalau ada novum (alat bukti) baru, kasus illegal logging yang terdakwanya divonis bebas oleh para hakim bermasalah, bisa dibuka kembali,” katanya.
Ditambahkan pengamat hukum dari Universitas Indonesia (UI) Rudi Satrio menyarankan ICW untuk juga melaporkan hasil temuannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, kata dia, pelanggaran yang dilakukan para hakim itu merupakan bentuk korupsi pejabat negara.
“Kalau bukti mereka (ICW, red) kuat, gak usah lapor ke KY. Langsung aja lapor ke KPK, bahkan kalau perlu ke polisi juga untuk dipidanakan,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, KY saat ini masih terhambat oleh UU KY yang masih dalam proses revisi. Dengan permasalahan itu, kata dia, tampaknya KY akan mengalami kesulitan untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Sementara MA, lanjutnya, hanya terkait dengan pengawasan internal saja.
“Apalagi kalau dilaporkan ke KY dan MA, paling-paling para hakim itu hanya dikenai sanksi administratif,” katanya. n CR-3
Busyro Muqoddas
Ketua Komisi Yudisial
Tidak Akan Tunggu Rivisi UU KY
KETUA Komisi Yudisial Busyro Muqoddas mengaku akan menindaklanjuti laporan Indonesia Corruption Watch (ICW). Namun, kata dia, sebelum memproses kasus tersebut, KY akan mempelajari terlebih dahulu putusan yang telah dikeluarkan para hakim itu.
“KY akan merespons. Dengan data ini kami akan pelajari lebih lanjut. Jika ditemukan indikasi pelanggaran, maka tidak usah kami menunggu revisi UU KY,” katanya.
Busyro menegaskan, jika nanti ditemukan pelanggaran kode etik, maka ke-56 hakim yang diduga bermasalah itu akan dipanggil untuk dimintai konfirmasinya. Soal sanksi yang bakal dijatuhkan jika benar-benar terukti bersalah, kata dia, KY akan melihat tingkat kesalahan dari para hakim tersebut.
“Nanti kita akan lihat sanksi apa yang cocok, apakah pemberhentian sementara atau tetap. Tapi itu nanti karena putusannya saja belum kami terima,” cetusnya.
Djoko Sarwoko
Juru Bicara Mahkamah Agung
ICW Sebaiknya Lapor Juga Ke MA
JURU bicara Mahkamah Agung (MA) Djoko Sarwoko menyatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap jajaran pengadilan di seluruh Indonesia. Dia mengatakan, jajaran pengadilan yang dipriksa itu mulai dari hakim, hingga pegawai non-hakim.
Tak cuma itu, kata dia, setiap hukuman disiplin terhadap hakim dan pegawai non-hakim, baik di MA maupun di pengadilan selalu diumumkan secara terbuka. ”Semua itu sebagai bagian transparansi. Kita sudah punya pedoman pemeriksaan yang dilakukan secara terus menerus. Setiap bulan, ada laporan yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas MA,” katanya, Rabu (26/11).
Djoko meminta agar ICW langsung melaporkan temuannya terkait 56 hakim bermasalah tersebut ke MA, agar dapat langsung ditindaklanjuti. “Saat ini KY tidak dapat menindaklanjuti karena undang-undangnya sedang direvisi. Toh, KY juga akan meneruskan ke kita nantinya,” jelasnya. n CR-3/WHY
Daftar Hakim Yang Diduga Bermasalah
1. Imanuel, Junita, dan Bakhtiar (PN Kutacane, Aceh)
2. I Made Ariwangsa, Dresden Purba, Poltak Pardede, Subaryanto, Cipta Sinuraya,
dan Puji Astuti (PN Pontianak, Kalbar)
3. Hanung Iskandar, Adrianus Infaindan, dan Maryono (PN Biak, Papua)
4. FX Soegiartho, Majedi Hendi Siswara, S Radiantoro, Lodewyk Tiwery, Syamsul
Ali, Moris Ginting dan Denny D Sumadi (PN Jayapura, Papua)
5. Marthen P Thosuly, Hedin Silalahi, dan Andi Asmuruf (PN Sorong, Papua)
6. Chairil Anwar, H Irwan (PN Jambi)
7. Ismail (PN Muoro Sijunjung, Sumbar)
8. Afrizal Hadi, Sofyan Saputra, Rindam, Irwan
9. ffendi, Dina Hayati Sofyan, dan Kharnozaro Waruwu (PN Panyabungan, Sumut)
10. Basuki, Hartati Sumantoro, dan Sukidjan (PT DKI Jakarta)
11. Jemmy WL (PN Cirebon, Jabar)
12. Arwan Byrin, Robinson Tarigan, Dolman Sinaga,
13. Jarasmen Purba, dan Ahmad Semma (PN Medan, Sumut)
14. Saur Sitindaon, Thomas Tarigan, Royzanti, Partogi (PN Tarutung, Sumut)
15. Sofyan Basid, Nuraina Agus, I Gusti Made Antara (PT Padang)
16. Djaroko Imam Winodadi, Kun Maryoso, dan Bambang Nurcahyo (PN
Tanjungpinang, Kepri)
17. N Betty Aritonang, Masrimal, Amat Khusaeri, Akhmad Rosidin, Rizal Ramli (PN
Padang, Sumbar)
18. Parulian Saragih (PN Ketapang, Kalbar)
Sumber: Indonesia Corruption Watch
(dimuat di harian rakyat merdeka edisi 30 November 2008)
Jumat, 05 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA
Putusan PN. Jkt. Pst No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan (karena terindikasi gratifikasi di Polda Jateng serta pelanggaran fidusia oleh Pelaku Usaha?). Inilah bukti inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia.
Quo vadis hukum Indonesia?
(Catatan : Ketua majelis hakim yang mengadili kasus ini adalah salah satu dari ke 56 hakim tersebut di atas)
David
(0274)9345675
Posting Komentar